Sukses Dalam Konseling Obat September 20, 2016
Posted by muhlis3 in artikel kesehatan, Berita Farmasi, Kesehatan, Kuliah, Uncategorized.Tags: asuhan kefarmasian, clinical pharmacy, farmasi klinik, Konseling, konseling farmasi, konseling obat, Pharmaceutical care, syarat keberhasilan konseling
trackback
Konseling obat yang sukses
By. Muhammad Muhlis, Apt., Sp.FRS
Pendahuluan
Komunikasi dialogis antara konselor dan klien pada dasarnya merupakan komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal (antarpribadi) merupakan salah satu jenis komunikasi yang sering dilakukan dalam berbagai kesempatan baik di lingkungan keluarga, maupun di lingkungan kerja. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan oleh dua orang dimana masing-masing berperan sebagai komunikator dan komunikan. Proses komunikasi ini terjalin dalam situasi psikologi yang mendalam dan lebih sering dilakukan melaui tatap muka (Gunadi, 1998: 39). Komunikasi interpersonal melibatkan beberapa faktor personal yaitu, persepsi, atraksi interpersonal, konsep diri dan keperibadian yang dimiliki komunikator maupun komunikan, Selain itu melibatkan pula faktor situasional.
Ciri-ciri komunikasi interpersonal/ antarpribadi adalah :
1). Alur pesan yang berlangsung dua arah baik dari pengirim maupun penerima pesan;
2). Komunikasi berlangsung dalam suasana yang akrab atau lebih personal;
3). Umpan balik segera dapat diperoleh;
4). Lebih efektif mempengaruhi sikap dan perilaku; dan
5). Jumlah orang yang terlibat sangat terbatas (Wiryanto, 2000: 14).
Dalam proses komunikasi, komunikator memegang peran sebagai kunci efektif atau tidaknya komunikasi. Sebab komunikator adalah pengambil inisiatif terjadinya proses komunikasi, sehingga ia harus memiliki kesiapan diri, memformat pesan yang akan disampaikan, memilihan media yang tepat, mengatasi hambatan yang mungkin terjadi dan memahami dengan baik komunikan (Cangara: 2003: 89-90). Seorang komunikator yang efektif disyaratakan untuk mengenal diri sendiri dengan baik dan memiliki syarat tertentu.
McCroskey menyebut seorang komunikator harus memiliki authoritativeness yang terdiri dari penguasaan terhadap masalah yang dibahas (competensi), sikap (character), tujuan yang baik (intention), kepribadian yang hangat (personality) dan dinamika (dapat menciptakan suasana yag menarik ketika komunikasi) (Effendy: 1998: 91).
Sedangkan Aristoteles menyebutnnya ethos komunikator. Secara umum istilah ethos lebih banyak digunakan, dimana komponen ethos tersebut adalah kepercayaan (credibility), daya tarik (atractive) dan kekuatan (power) (Rakhmat, 2000: 256).
Efektivitas komunikasi interpersonal perspektif humanistik dapat dijadikan acuan dalam melakukan komunikasi antar konselor dan klien dalam konseling. Sebagaimana yang dikemukakan Joseph de Vito (1997: 259), sifat-sifat komunikasi interpersonal yang efektif dalam perspektif humanistik adalah menekankan aspek keterbukaan (openness), empati (emphaty), perilaku suportif (supportiveness), sikap positiif (positiveness) dan kesetaraan (equallity), dimana aspek-aspek tersebut mampu menciptakan interaksi yang jujur dan memuaskan.
Dalam hubungan komunikasi didapat 5 unsur komunikasi
- Komunikator (orang yang menyampaikan pesan)
- Pesan (Ide atau gagasan yang akan disampaikan)
- Media (Sarana atau saluran komunikasi)
- Komunikan, pendengar, fihak yang menerima pesan
- Umpan balik, rerspon dari komunikan terhadapa pesan yang diterima
Untuk mengoptimalkan komunikasi sehingga tercapai tujuannya dikenal adanya Hukum komunikasi yang disingkat “REACH”
- Respect (sikap menghargai)
- Empathy (kemampuan mendengar)
- Audible (dapat didengarkan/dimengerti dangan baik)
- Clarity (jelas)
- Humble (rendah hati)
Menurut Kurzt (1998), dalam dunia kedokteran ada dua pendekatan komunikasi
yang digunakan:
- Disease centered communication style atau doctor centered communication style. Komunikasi berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan diagnosis, termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan gejala-gejala.
- Illness centered communication style atau patient centered communication style. Komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya yang secara individu merupakan pengalaman unik. Di sini termasuk pendapat pasien, kekhawatirannya, harapannya, apa yang menjadi kepentingannya serta apa yang dipikirkannya
Komunikasi yang baik yang dilakukan apoteker kepada pasien memberikan dampak yang positif antara lain :
- Dapat melahirkan kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak
- Dapat menciptakan satu kata tambahan bagi pasien yaitu empati.
Empati itu sendiri dapat dikembangkan apabila farmasis memiliki ketrampilan mendengar dan berbicara yang keduanya dapat dipelajari dan dilatih.
Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya (klien). Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan, dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya.
Syarat keberhasilan konseling
- Keterbukaan (openness)
- Kesetaraan (equallity)
- Kepercayaan (Trusty)
- Empati (emphaty)
- suportif (supportiveness),
Membangun keterbukaan dalam konseling
Keberhasilan konseling dipengaruhi oleh keterbukaan, baik keterbukaan dari konselor maupun keterbukaan dari klien. Keterbukaan ini bukan hanya sekedar bersedia menerima saran-saran dari luar, tetapi juga diharapkan masing-masing pihak yang bersangkutan bersedia membuka diri untuk kepentingan pemecahan masalah. Keterbukaan klien juga ditentukan oleh bahasa tubuh konselor. Untuk menciptakan situasi kondusif bagi keterbukaan dan kelancaran proses konseling, maka sifat – sifat empati, jujur, asli, mempercayai, toleransi, respek, menerima, dan komitmen terhadap hubungan konseling, amat diperlukan dan dikembangkan oleh konselor. Tanpa adanya komitmen maka kita dapat menuai Resistensi atau mungkin juga ketidak Kepatuhan (non-Compliance) dari klien. sifat sifat tadi akan memperlancar perilaku konselor sehingga klien terpengaruh, dan kemudian klien mengikutinya, sehingga klien akan menjadi terbuka dan terlibat dalam pembicaraan. Keterusterangan dan kejujuran klien akan terjadi jika klien tidak lagi mempersoalkan asas kerahasiaan dan kesukarelaan. Maksudnya, klien telah betul-betul mempercayai konselornya dan benar-benar mengharapkan bantuan dari konselornya. Lebih jauh keterbukaan akan semakin berkembang apabila klien tahu bahwa konselornya terbuka.
Kesetaraan dalam konseling
Komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila suasananya setara, artinya harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Kesetaraan dapat diwujudkan dengan adanya kerjasama untuk memecahkan masalah dan konflik yang terjadi merupakan upaya untuk memahami perbedaan bukan menjatuhkan pihak lain (Vito, 1997: 263).
Kesetaraan menjadi satu aspek penting dalam interaksi antara konselor dan klien dimana masing-masing pihak memiliki peran strategis selama proses konseling. Kendati konselor sering dianggap sebagai pihak yang menentukan sukses tidaknya konseling, namun tanpa partisipasi aktif dari klien konseling yang efektif juga tidak bisa tercapai. Karena pada dasarnya konseling menuntut kemandirian klien dalam memecahkan masalah atau mengambil keputusan. Sedangkan konselor adalah pihak yang memberikan bantuan sesuai dengan kebutuhan klien. Menurut Surya (2003 : 57), Kepribadian konselor merupakan faktor yang paling penting dalam konseling. Karenanya seorang konselor diharapkan mampu menunjukkan kualitas kepribadian yang positif antara lain sikap kesetaraan. Sikap ini membuat klien lebih dihargai dan akan mampu mendorong klien berani dan mandiri menentukan pilihan tanpa banyak mendapat intervensi dari konselor. Kesetaraan menuntuk sikap dan perasaan yang setara antara konselor dan klien, tidak menunjukkan konselor lebih tinggi atau lebih baik dari klien karena status, kekuasaan, dan kemampuan intelektual. Dalam kesetaraan ini tidak dikenai istilah menggurui, memaksa, atau menyebabkan klien tertekan, yang pada akhirnya menjadikan suasana yang nyaman bagi klien. Kondisi ruangan dan posisi tempat duduk juga dapat mempengaruhi kesetaraan, duduk di kursi yang dibatasi oleh meja kantor dapat memberikan pesan bahwa konselor adalah orang yang lebih pintar, lebih tahu, sehingga lebih disarankan menggunakan kursi melingkar atau sofa sebagai tempat konseling.
Kepercayaan (trusty) dalam konseling
Kepercayaan dalam sebuah konseling dapat meningkatkan keefektivan proses konseling itu sendiri karena dapat menghilangkan hambatan dalam konseling, memudahkan penyampaian pesan dan penerimaan pesan. Kepercayaan klien akan menghasilkan keterbukaan sehingga akan mudah mencapai tujuan konseling. Dalam hubungan konselling kesehatai dapat di kuatkan dengan penandatanganan informed consent yang berisikan bahwa klien bersedia mendapatkan tindakan atau mengikuti aktivitas konseling dan konselor akan menjaga semua kerahasiaan klien selama proses konseling
Emphati (emphaty) dalam konseling
empati dapat diartikan sebagai menghayati perasaan orang lain atau turut merasakan apa yang dirasakan orang lain. Sementara Surya (Sugiyo, 2005: 5) mendefinisikan bahwa empati adalah sebagai suatu kesediaan untuk memahami orang lain secara paripurna baik yang nampak maupun yang terkandung, khususnya dalam aspek perasaan, pikiran dan keinginan. Menurut Winkel (1991: 175) bahwa empathy yaitu, konselor mampu mendalami pikiran dan menghayati perasaan klien, seolah-olah konselor pada saat ini menjadi klien, tanpa terbawa-bawa sendiri oleh semua itu dan kehilangan kesadaran akan pikiran serta perasaan pada diri sendiri.
Bylund & Makoul (2002) mengembangkan 6 tingkat empati yang dikodekan dalam suatu sistem (The Empathy Communication Coding System(ECCS) Levels)
Level 6 Shared feeling or experience: Physician self-discloses, making an explicit statement that he or she either shares the patient’s emotion or has had a similar experience, challenge, or progress.
Level 5 Confirmation: Physician conveys to the patient that the expressed emotion, progress, or challenge is legitimate.
Level 4 Pursuit: Physician explicitly acknowledges the central issue in the empathic opportunity and pursues the topic with the patient by asking the patient a question, offering advice or support, or elaborating on a point the patient has raised.
Level 3 Acknowledgment: Physician explicitly acknowledges the central issue in the empathic opportunity but does not pursue the topic.
Level 2 Implicit recognition: Physician does not explicitly recognize the central issue in the empathic opportunity but focuses on a peripheral aspect of the statement and changes the topic
Level 1 Perfunctory recognition: Physician gives an automatic, scripted-type response, giving the empathic opportunity minimal recognition
Level 0 Denial/disconfirmation: Physician either ignores the patient’s empathic opportunity or makes a disconfirming statement.
Level 6, Berbagi perasaan atau pengalaman: Konselor mengungkapkan pernyataan, membuat pernyataan eksplisit bahwa dia siap untuk berbagi perasaan dengan pasien atau telah memiliki pengalaman serupa, tantangan, atau kemajuan serupa dengan pasien. (misalnya Pasien: “sakit gigi ini membuat sulit bagi saya untuk bekerja.” Konselor: “oh. Gak papa, kadang-kadang ketika saya sakit, saya juga sulit untuk beraktifitas di tempat kerja juga. “).
Level 5, Konfirmasi: Konselor menyampaikan kepada pasien bahwa pasien dapat mengungkapkan emosi, kemajuan pengobatan , atau masalah yang dihadapi dan ini adalah sah atau perlu. Contoh. Pasien : Dia (sepupu saya) dan saya tumbuh bersama, kami seperti saudara saya menangis setiap kali saya memikirkan dia” Konselor:. “Aku tahu itu sangat sulit untuk kehilangan seseorang yang sangat dekat . “).
Level 4 pengejaran/pencarian: Konselor menjelaskan secara eksplisit masalah utama pasien. dalam kesempatan tertentu konselor dapat bertanya kepada pasien, menawarkan nasihat atau dukungan, atau mengelaborasi pada titik pasien telah bangkit. misalnya “Sepupu saya meninggal.” Konselor: “. Aku ikut berduka mendengarnya, Kapan sepupumu meninggal?”).
Level 3 Pengakuan: Konselor eksplisit menjelaskan masalah utama dalam sebuah kesempatan tapi tidak mengejar topik. Contoh “Sulit untuk pergi Pada saat saya bangun, saya pikir itu terlalu terlambat untuk pergi ke kelas..” Konselor: “Jadi Anda tidak pergi ke kelas”).
Level 2 pengakuan implisit: Konselor tidak secara eksplisit menjelaskan masalah utama pasien dalam sebuah kesempatan namun berfokus pada aspek perifer dari pernyataan dan merubah topik pembicaraan Contohnya : Pasien : “Dia (sepupu saya) dan saya tumbuh bersama, kami seperti saudara saya dan saya menangis setiap kali saya memikirkan dia. “Konselor:”. Ketika ini terjadi “)?.
Level 1 pengakuan ala kadarnya: Konselor memberikan respons otomatis, respon kaku dan sambil lalu, dan mengambil kesempatan empati yang sangat minimal. Misalnya Pasien: “Saya sangat frustrasi.” Konselor: “hmmm” . atau dalam menanggapi pasien Konselor berkata “A ha”, tapi konselor mengerjakan hal lain: menulis, membalikkan badan, menyiapkan alat, dan lain-lain
Level 0 Sangkalan / diskonfirmasi: Konselor mengabaikan kesempatan baik untuk empatik kepada pasien atau membuat pernyataan disconfirming. Konselor menolak sudut pandang pasien Mengacuhkan pendapat pasien. Contoh; “Dia dan saya tumbuh bersama, kami seperti saudara. saya selalu menangis setiap kali saya memikirkan dia.” Konselor: “. Bagaimana kesehatan Anda? “). Membuat pernyataan yang tidak menyetujui pendapat pasien seperti “Kalau stress ya, mengapa datang ke sini?” Atau “Ya, lebih baik operasi saja sekarang.”
Dukungan (Supportiveness) dalam konseling
Dalam komunikasi antarpribadi diperlukan sikap memberi dukungan dari pihak konselor agar klien mau berpartisipasi dalam komunikasi. Hal ini senada dikemukakan Sugiyo (2005: 6) dalam komunikasi antarpribadi perlu adanya suasana yang mendukung atau memotivasi, lebih-lebih dari komunikator. Rahmat (2005 :133) mengemukakan bahwa “sikap supportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif . Orang yang defensif cenderung lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikan dari pada memahami pesan orang lain.
Dukungan merupakan pemberian dorongan atau pengobaran semangat kepada orang lain dalam suasana hubungan komunikasi. Sehingga dengan adanya dukungan dalam situasi tersebut, komunikasi antarpribadi akan bertahan lama karena tercipta suasana yang mendukung.
Tujuan Konseling dalam farmasi
- Mengoptimalkan hasil terapi,
- Meminimalkan risiko reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan
- Meningkatkan cost-effectiveness
- Meningkatkan keamanan penggunaan Obat bagi pasien (patient safety)
Tujuan Khusus
a.meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dan pasien;
b.menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien;
c.membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan Obat;
d.membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan Obat dengan penyakitnya;
e.meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan;
f.mencegah atau meminimalkan masalah terkait Obat;
g.meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam hal terapi;
h.mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan;dan
i.membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan Obat sehingga dapat mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien.
Manfaat konseling
Manfaat bagi pasien :
- Meningkatkan kepatuhan pasien
- Mengurangi kesalahan dalam penggunaan obat
- Meminimalkan reaksi obat yang tidak dikehendaki
- Menjamin obat yang aman dan efektif
- Memperoleh informasi tambahan baik mengenai obat maupun panyakit
- 6Mengefektifkan biaya pengobatan
- Kebutuhan psikologis pasien
Manfaat bagi farmasis :
- Mendapatkan legalitas
- Menjaga status profesi sebagai tim kesehatan
- Meningkatkan kepuasan kerja
- Penerimaan ekonomi
Sasaran Konseling
- pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu hamil dan menyusui);
- pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB, DM, epilepsi, dan lain-lain);
- pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus (penggunaan kortiksteroid dengan tappering down/off);
- pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, phenytoin);
- pasien yang menggunakan banyak Obat (polifarmasi);dan
- pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.
Kegiatan Konseling
- Membuka komunikasi antara Apt dengan pasien
- Menanyakan hal-hal yg menyangkut obat yang dikatakan oleh dokter kepada Px dengan metode Three Prime Questions :
- Apa yg dikatakan oleh dokter mengenai obat
- Bagaimana cara pemakaian
- Efek yg diharapkan oleh obat tersebut
- Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat Verifikasi akhir, dan Follow up, dokumentasi
Contoh sikap farmasis ketika menerima pasien:
Menyilakan masuk dan mengucapkan salam, mempersilahkan duduk
– Memanggil/menyapa pasien dengan namanya.
– Menciptakan suasana yang nyaman (isyarat bahwa punya cukup waktu, menganggap penting informasi yang akan diberikan, menghindari tampak lelah).
Memperkenalkan diri, menjelaskan tugas/perannya (apakah farmasis, dokter, konsultan gizi, konsultan tumbuh kembang, dan lain-lain).
– Menilai suasana hati lawan bicara
– Memperhatikan sikap non-verbal (raut wajah/mimik,
gerak/bahasa tubuh) pasien
– Menatap mata pasien secara profesional yang lebih terkait
dengan makna menunjukkan perhatian dan kesungguhan
mendengarkan.
– Memperhatikan keluhan yang
disampaikan tanpa melakukan interupsi yang tidak perlu.
– Melakukan negosiasi atas segala sesuatu berdasarkan kepentingan kedua belah pihak.
– Membukakan pintu, atau berdiri ketika pasien hendak pulang.
NIM 1908062188
Amaliyah 1908062233
Dessy arif ariani 1908062160
1918062234
1908062192
Bismillahirahmanirohim
saya,
NAMA : YULIANA
NIM : 1908062162
akan membaca artikel Bapak Konseling obat yang sukses.
Terimakasih atas sharing ilmunya bapak. matur nuhun
1908062182
1908062216
Cepat sekali mbaca nya
Nama : Enggar Yuniatantri
NIM : 1908062201
CiciFeronika_1908062204
Terimakasih bapak, sehat selalu
Nama: Rahmayanti Kamilyah
NIM: 1908062207
Cepat sekali
NAMA : ONE NICK GALLIS ARIANTO
NIM : 1908062211
NAMA : RISKA MELINDA
NIM : 1908062219
KELAS : B
1908062222
Armeta putri yunisa
1908062216
Nailah Agustina_1908062208
1908062184
Hariya Nurrosita
kelas B
1908062229
Nama : Astrid Angela Ramadhani
NIM :1908062136